PT Mega Perintis Tbk (ZONE) melakukan restrukturisasi internal dengan menghentikan operasional anak usahanya, PT Mitrelindo Global. Keputusan ini diumumkan pada Senin, 9 Juni 2025, melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah efisiensi ini diambil karena ZONE dan Mitrelindo memiliki kesamaan bidang usaha, yaitu ritel pakaian dan alas kaki.
Dengan penonaktifan Mitrelindo Global, seluruh operasional dan pengelolaan merek-merek seperti Salezone, Puma, dan Levi’s kini langsung ditangani oleh perusahaan induk, ZONE. Manajemen menegaskan langkah ini tidak akan berdampak signifikan terhadap operasional, hukum, atau keuangan perusahaan. ZONE berkomitmen untuk menjaga kelangsungan bisnis dan meningkatkan efisiensi.
Strategi Peningkatan Pendapatan ZONE
PT Mega Perintis Tbk (ZONE) menargetkan pertumbuhan pendapatan dua digit pada tahun 2025. Target ini akan dicapai melalui inovasi produk dan perluasan gerai.
ZONE, pengelola gerai Manzone, baru saja membuka outlet terbaru Manzone & Minimal Store di Tunjungan Plaza 3, Lantai 3. Sebelumnya, gerai serupa telah beroperasi di Mall Panakkukang Makassar dan Sun Plaza Medan. Ekspansi ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan jangkauan pasar.
Detail Operasional dan Portofolio Gerai ZONE
Pendiri Tancorp Group, Hermanto Tanoko, menjelaskan target pendapatan perusahaan pada tahun 2025. Pendapatan ZONE pada tahun 2024 mencapai sekitar Rp 709 miliar.
Hermanto menambahkan, gerai Manzone & Minimal Store menawarkan produk lokal berkualitas tinggi dengan harga menarik. Perusahaan berencana membuka 10 gerai baru dengan konsep ini pada tahun 2025, menambah tiga gerai yang sudah ada.
Saat ini, ZONE memiliki total 545 gerai, termasuk gerai sendiri dan yang berada di department store. Rinciannya: Manzone (151 outlet), Minimal (113 outlet), MOC (242 outlet), Manzone & Minimal (3 outlet), Salezone (20 outlet), Puma (10 outlet), dan Levi’s (6 outlet).
Tantangan dan Peluang di Tengah Gejolak Ekonomi Global
Ketegangan geopolitik, khususnya antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta rencana kenaikan tarif impor, turut memengaruhi pasar keuangan global. Sentimen negatif ini berdampak pada berbagai sektor, termasuk sektor manufaktur dan ekspor-impor.
Kenaikan tarif baja dan aluminium menekan indeks saham global, mendorong aksi jual besar-besaran dan meningkatkan volatilitas. Investor cenderung mencari instrumen yang lebih aman dan stabil di tengah ketidakpastian.
Rencana anggaran jangka panjang AS yang agresif juga menambah beban global. Proyeksi defisit hingga USD 3 triliun dalam dekade mendatang memicu ketidakpercayaan dan meningkatkan yield obligasi pemerintah AS.
Hal ini mendorong investor untuk merelokasi dana dari saham ke obligasi dan emas sebagai lindung nilai.
Yield obligasi tenor 10 tahun dan 30 tahun sempat mencapai 4,6% dan 5%. Lonjakan yield ini mengindikasikan kekhawatiran atas risiko fiskal AS dan menjadi pertanda potensi guncangan lebih besar di pasar.
Kondisi ini menjadikan emas sebagai aset safe haven yang menarik. Harga emas internasional melonjak hingga USD 3.350 per ons, dan harga emas domestik naik ke Rp 1,8 juta per gram.
Peningkatan permintaan emas tidak hanya dari individu, tetapi juga lembaga besar seperti bank sentral yang memperkuat cadangan emas mereka.
Secara keseluruhan, langkah restrukturisasi ZONE, yang diiringi dengan target pertumbuhan pendapatan yang ambisius, menunjukkan strategi adaptasi terhadap dinamika bisnis ritel dan kondisi ekonomi global yang penuh tantangan. Keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada kemampuan ZONE dalam berinovasi, mengelola biaya, dan memanfaatkan peluang di tengah ketidakpastian pasar.