Di pedalaman Papua, tepatnya di Kampung Sawar, Distrik Sarmi, terdapat warisan budaya luar biasa yang terjalin erat dengan kehidupan Suku Sobey. Kain tenun tradisional mereka, yang dikenal sebagai tenun terfo, merupakan bukti nyata kearifan lokal yang patut dijaga dan dilestarikan.
Tenun terfo bukan sekadar kain; ia adalah cerminan identitas, sejarah, dan keterampilan generasi Suku Sobey yang diwariskan turun-temurun. Proses pembuatannya yang rumit dan bahan baku alami yang digunakan menambah nilai estetika dan filosofis kain ini.
Keunikan Tenun Terfo: Dari Daun Nibun Hingga Kain Cantik
Tenun terfo terbuat dari serat alam yang berasal dari daun pohon nibung (Oncosperma tigillarium), sejenis palma yang tumbuh subur di wilayah Asia Tenggara, termasuk Papua. Dalam bahasa Sobey, pohon ini dikenal sebagai pe’a.
Hari Suroto, peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, menjelaskan bahwa hampir seluruh bagian pohon nibung dimanfaatkan Suku Sobey. Batangnya, buahnya, dan terutama daunnya, menjadi sumber daya penting dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembuatan tenun terfo dimulai dari pengambilan daun nibung di hutan. Daun ini kemudian direbus, dipintal menjadi benang, lalu ditenun dengan motif persilangan garis yang khas. Prosesnya memakan waktu sekitar satu bulan.
Pewarnaan Alami dan Motif Tradisional
Salah satu keunikan tenun terfo terletak pada pewarnaannya yang alami. Tidak ada zat kimia yang digunakan; hanya bahan-bahan alami seperti akar mare untuk warna merah dan kunyit untuk warna kuning.
Daun palem yang telah dikeringkan selama tiga hari, kemudian direbus selama satu jam untuk menghasilkan serat yang siap digunakan. Serat-serat ini kemudian disimpan dan digunakan untuk mewarnai benang sesuai kebutuhan.
Motif persilangan garis pada tenun terfo bukan sekadar hiasan. Motif ini mengandung makna dan simbol-simbol yang khas bagi Suku Sobey, mencerminkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan mereka.
Peran Tenun Terfo dalam Budaya Suku Sobey
Dahulu, tenun terfo digunakan sebagai pakaian sehari-hari dan untuk keperluan adat istiadat Suku Sobey. Kain ini memiliki nilai sosial dan ekonomi yang tinggi di dalam komunitas.
Kini, tenun terfo tidak hanya berfungsi sebagai pakaian dan perlengkapan adat, tetapi juga sebagai representasi budaya yang berharga. Upaya pelestarian tenun terfo sangat penting untuk menjaga warisan budaya Suku Sobey.
Selain untuk pakaian dan keperluan adat, Suku Sobey juga memanfaatkan daun nibung untuk membuat atap rumah dan anyaman keranjang. Hal ini menunjukkan betapa serbaguna dan pentingnya pohon nibung bagi kehidupan mereka.
Ketahanan pohon nibung juga menjadi faktor penting dalam pilihan Suku Sobey. Batang dan daunnya dikenal memiliki daya tahan yang lama, sehingga sangat cocok untuk berbagai keperluan.
Melalui tenun terfo, kita dapat melihat kekayaan budaya dan keterampilan Suku Sobey di Papua. Proses pembuatannya yang panjang dan penggunaan bahan-bahan alami menunjukkan kearifan lokal yang patut diapresiasi dan dilestarikan untuk generasi mendatang. Semoga tenun terfo tetap berkibar dan menjadi kebanggaan Suku Sobey serta Indonesia.
