Bank Dunia secara signifikan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada Selasa, 10 Juni 2025. Penurunan ini didorong oleh ketidakpastian yang diakibatkan oleh gangguan perdagangan internasional.
Dalam laporan terbaru yang dikutip dari CNBC pada Rabu (11/6/2025), Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global hanya mencapai 2,3% di tahun 2025. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 2,7%.
Bank Dunia menyebut angka tersebut sebagai pertumbuhan ekonomi global terlambat sejak 2008, di luar periode resesi global langsung. Ketidakpastian perdagangan menjadi faktor utama penyebab penurunan ini.
Pertumbuhan Ekonomi Global Terancam
Indermit Gill, Senior Vice President and Chief Economist Bank Dunia, menyatakan bahwa perselisihan perdagangan internasional telah mengikis banyak kepastian kebijakan yang selama ini membantu mengurangi kemiskinan ekstrem dan meningkatkan kesejahteraan global pasca Perang Dunia II.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi sejumlah negara penting juga dipangkas. Proyeksi pertumbuhan ekonomi AS diturunkan 0,9 poin persentase menjadi 1,4%, sementara zona euro turun 0,3 poin persentase menjadi 0,7%.
Namun, Bank Dunia memberikan sedikit optimisme. Jika negara-negara ekonomi utama mencapai kesepakatan perdagangan yang berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi global berpotensi membaik.
Gill menambahkan, jika sengketa perdagangan diselesaikan dengan kesepakatan yang memangkas setengah tarif dibandingkan level akhir Mei 2025, pertumbuhan global dapat meningkat sekitar 0,2 poin persentase rata-rata selama tahun 2025 dan 2026.
Negosiasi Perdagangan yang Tegang
Saat ini, Amerika Serikat dan banyak mitra dagangnya tengah bernegosiasi menyusul penerapan tarif tinggi oleh Presiden AS Donald Trump pada April 2025.
Sebagai contoh, AS dan China baru-baru ini bertemu di London setelah sepakat mengurangi pungutan sementara usai pembicaraan Mei 2025. Negosiasi juga masih berlangsung antara AS dan Uni Eropa.
Dalam meramalkan perlambatan pertumbuhan global, Bank Dunia mengikuti beberapa lembaga lain seperti OECD. OECD juga menunjuk dampak perdagangan dan ketidakpastian tarif sebagai faktor utama.
OECD memprediksi pertumbuhan global melambat menjadi 2,9% pada 2025, turun dari prediksi sebelumnya 3,1%. OECD juga memperingatkan adanya potensi perkembangan tarif di masa depan.
Risiko Utang Negara Berkembang
Bank Dunia sebelumnya telah memperingatkan bahwa perang dagang berpotensi memperburuk lonjakan utang dan memperlambat pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
Indermit Gill, Kepala Ekonom Bank Dunia, mengatakan bahwa krisis ini akan semakin menekan pertumbuhan di negara berkembang. Pertumbuhan perdagangan global kini diperkirakan hanya 1,5%, jauh di bawah angka 8% pada tahun 2000-an.
Gill menambahkan, aliran portofolio ke pasar berkembang dan investasi langsung asing (FDI) berisiko menurun. FDI yang mencapai 5% dari PDB di negara berkembang pada masa jaya, kini hanya 1%.
Bank Dunia memperkirakan setengah dari sekitar 150 negara berkembang berisiko gagal membayar utang. Angka ini dua kali lipat dari tahun 2024 dan bisa meningkat jika ekonomi global melambat.
Gill menjelaskan bahwa jika pertumbuhan global dan perdagangan melambat, serta suku bunga tetap tinggi, maka banyak negara akan kesulitan membayar utang, termasuk beberapa eksportir komoditas.
Pertemuan musim semi IMF dan Bank Dunia di Washington membahas kekhawatiran dampak ekonomi dari tarif impor baru AS dan tarif balasan dari China, Uni Eropa, Kanada, dan negara lain.
Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya 2,8% di tahun 2025, 0,5 poin persentase lebih rendah dari perkiraan Januari 2025.
Kesimpulannya, ketidakpastian perdagangan internasional menimbulkan ancaman serius terhadap pertumbuhan ekonomi global. Bank Dunia menyerukan penyelesaian sengketa perdagangan untuk mencegah dampak lebih buruk, terutama bagi negara-negara berkembang yang rentan terhadap krisis utang. Situasi ini menuntut kerjasama internasional untuk menciptakan stabilitas ekonomi global.


