Menu Buka Puasa MBG: Kritik Pedas Menuju Pangan Ultra-Proses Berbahaya

Menu Makan Bergizi Gratis (MBG) selama Ramadhan tahun ini menuai kontroversi. Keputusan Badan Gizi Nasional untuk mengganti menu makan siang dengan biskuit dan minuman sereal instan selama bulan puasa mendapat kecaman dari berbagai pihak.

Perubahan menu ini dikecam karena menggantikan makanan bergizi dengan produk ultra-proses yang tinggi gula, garam, dan lemak. Hal ini dinilai kontraproduktif dengan tujuan program MBG untuk meningkatkan status gizi penerima manfaat, terutama anak-anak dan remaja.

Bacaan Lainnya

Diah S. Saminarsih, Founder dan CEO CISDI, menyatakan bahwa konsumsi pangan ultra-proses dalam jangka panjang dapat menyebabkan obesitas dan masalah kesehatan lainnya. Hanya dari kombinasi biskuit dan sereal instan saja, konsumsi gula harian anak bisa mencapai 72 persen dari anjuran WHO.

Dampak Negatif Pangan Ultra-Proses dalam Menu MBG

Konsumsi berlebihan gula, garam, dan lemak dari makanan ultra-proses dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kronis seperti jantung dan diabetes. Ini bertentangan dengan upaya pemerintah dalam mencegah dan menekan angka penyakit tersebut.

Para ahli kesehatan memperingatkan bahwa pemberian makanan ultra-proses kepada anak-anak sejak dini dapat membentuk pola makan tidak sehat dan meningkatkan risiko obesitas di masa mendatang. Hal ini juga berpotensi meniadakan upaya intervensi gizi yang telah dilakukan selama bertahun-tahun.

Profesor Madya Kesehatan Masyarakat, Grace Wangge PhD, mengatakan bahwa program skrining kesehatan untuk pencegahan penyakit kronis akan menjadi kurang efektif jika anak-anak terus mengkonsumsi makanan yang meningkatkan risiko penyakit tersebut.

Peraturan Pemerintah dan Diversifikasi Pangan

Ahmad Arif dari Nusantara Food Biodiversity mengungkapkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 menganjurkan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Pemberian makanan ultra-proses dalam MBG dinilai bertentangan dengan peraturan tersebut.

Penggunaan produk ultra-proses juga dinilai mendisrupsi upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan gizi masyarakat melalui program-program berbasis pangan lokal dan posyandu.

Solusi dan Rekomendasi

Dokter dan ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen, menambahkan bahwa pemberian makanan ultra-proses dalam MBG merupakan langkah mundur dalam upaya intervensi gizi yang telah dilakukan selama satu dekade terakhir.

Kelompok masyarakat sipil dan akademisi mendesak Badan Gizi Nasional untuk segera memperbaiki standar menu MBG. Mereka merekomendasikan penggunaan pangan segar lokal dan penerbitan regulasi untuk membatasi produk ultra-proses tinggi gula, garam, dan lemak dalam program MBG.

Implementasi menu MBG yang lebih sehat dan berkelanjutan memerlukan komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, produsen makanan, dan masyarakat. Penting untuk memastikan bahwa program ini benar-benar memberikan manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan penerima manfaat.

Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilih makanan sehat dan bergizi juga perlu ditingkatkan. Hal ini dapat membantu mengurangi konsumsi makanan ultra-proses dan meningkatkan kesadaran akan dampaknya terhadap kesehatan.

Sebagai penutup, perubahan menu MBG memicu perdebatan penting tentang kebijakan pangan dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Harapannya, ke depan, program MBG dapat benar-benar berkontribusi pada peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat, bukan sebaliknya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *