Jelang Lebaran: Parsel Cikini Laris Manis, Sepekan Puncak Penjualan!

Menjelang Lebaran, Pasar Kembang Cikini, Jakarta, ramai dipadati pembeli dan pedagang parsel. Lebih dari 50 lapak berjejer menawarkan aneka parsel berisi kue, makanan, minuman, dan barang pecah belah.

Tradisi Turun-Temurun Jual Beli Parsel di Cikini

Jual beli parsel di Cikini telah berlangsung puluhan tahun, diwariskan secara turun-temurun. Para pedagang awalnya berjualan di Stasiun Cikini, lalu pindah ke trotoar, dan akhirnya menetap di Pasar Kembang Cikini.

Bacaan Lainnya

Ketua paguyuban parsel Cikini, Adi Kuswara, telah bergelut di bisnis ini selama kurang lebih 40 tahun. Ia menyaksikan sendiri perubahan ilmu merangkai parsel, dari otodidak hingga inovasi terkini.

Awalnya, pembuatan parsel dilakukan secara otodidak. Kini, hiasan dan isi parsel semakin beragam dan inovatif, mulai dari makanan kekinian hingga mesin kopi.

Parsel ondel-ondel, dengan tinggi mencapai 2 meter dan harga jual hingga Rp 3 juta, menjadi daya tarik tersendiri. Namun, tak semua pedagang mampu menyediakannya karena membutuhkan modal besar.

Kisah Mieke Wahyudi, Penerus Bisnis Parsel Keluarga

Mieke Wahyudi, pemilik Gendis Parsel, merupakan generasi penerus bisnis parsel keluarganya yang telah berjalan selama 33 tahun. Ia mengambil alih usaha tersebut dari ibunya empat tahun lalu.

Sebagai karyawan swasta, Mieke menjalankan bisnis parsel sambil bekerja. Ia dibantu tim perakitan parsel untuk mengelola bisnisnya.

Mieke pernah menghadapi isu miring terkait penggunaan makanan kadaluarsa. Ia menegaskan bahwa pihaknya memilih produk dari supermarket terpercaya dan melakukan kontrol kualitas sendiri.

Penjualan parsel Gendis meningkat menjelang Lebaran, mencapai 20-30 parsel per hari. Omzet bulanannya bisa mencapai Rp 200 juta.

Media sosial, khususnya TikTok, turut berperan besar dalam meningkatkan penjualan. Konten FYP-nya bahkan menarik pelanggan dari Batam. Mieke memanfaatkan BRIMO dan QRIS BRI untuk mempermudah transaksi.

Penjualan parsel di Pasar Kembang Cikini memang puncaknya terjadi di tiga momen: Natal dan Tahun Baru, Imlek, dan Lebaran. Namun, semangat para pedagang untuk melestarikan tradisi turun-temurun ini tetap berkobar, menunjukkan daya tahan dan adaptasi bisnis lokal menghadapi perkembangan zaman.

Keberhasilan Mieke dan para pedagang lainnya menunjukkan bahwa kombinasi tradisi, inovasi, dan strategi pemasaran digital mampu membawa bisnis lokal untuk terus berkembang dan berjaya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *