Beredar kabar di media sosial tentang erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur pada Kamis malam, 29 Mei 2025. Foto yang memperlihatkan awan putih kemerahan di sekitar gunung menjadi bukti visual yang disebarluaskan, memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Namun, informasi tersebut telah dibantah oleh pihak berwenang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Dhoho, Kediri, memberikan penjelasan resmi terkait fenomena tersebut.
Bantahan Resmi BMKG Terkait Erupsi Gunung Kelud
BMKG dengan tegas menyatakan bahwa awan yang terlihat bukanlah tanda erupsi Gunung Kelud. Penjelasan ilmiah diberikan untuk meluruskan kesalahpahaman yang beredar.
Menurut BMKG, awan putih kemerahan yang tertangkap kamera merupakan awan konvektif *cumulonimbus*. Jenis awan ini dikenal mampu tumbuh dengan cepat dan menghasilkan petir.
Tidak ada aktivitas vulkanik signifikan yang terdeteksi di Gunung Kelud pada tanggal 29 Mei 2025, menurut data pemantauan BMKG.
Penjelasan Ilmiah Mengenai Awan Cumulonimbus
Awan *cumulonimbus* terbentuk akibat proses konveksi udara yang kuat. Udara panas dan lembap naik dengan cepat, membentuk awan vertikal yang menjulang tinggi.
Proses pembentukan awan ini dapat menghasilkan fenomena cuaca yang dramatis, termasuk petir dan hujan deras. Warna kemerahan yang terlihat mungkin disebabkan oleh pantulan cahaya matahari atau efek atmosfer.
Penting untuk memahami perbedaan antara awan *cumulonimbus* dan tanda-tanda erupsi vulkanik. Kedua fenomena ini memiliki karakteristik yang berbeda dan dapat dibedakan melalui pengamatan ilmiah.
Pentingnya Informasi yang Terverifikasi dari Sumber Terpercaya
Kejadian ini menyoroti pentingnya verifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Informasi yang tidak akurat dapat menimbulkan kepanikan dan kesalahpahaman di masyarakat.
Selalu mengacu pada sumber informasi terpercaya, seperti BMKG atau lembaga resmi lainnya, sangat penting untuk mendapatkan informasi yang akurat dan valid.
Penyebaran informasi hoaks dapat berdampak serius. Oleh karena itu, bijaklah dalam mengonsumsi dan menyebarkan informasi, terutama yang berkaitan dengan keselamatan publik.
Sebagai tambahan, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak mudah terpancing oleh informasi yang belum terverifikasi. Tetap waspada terhadap informasi yang beredar di media sosial dan selalu mengecek kebenarannya melalui sumber resmi.
Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya literasi digital dan kemampuan kritis dalam menyaring informasi. Dengan kemampuan ini, kita dapat membedakan fakta dan hoaks, serta menghindari penyebaran informasi yang salah.
Melalui edukasi dan literasi digital yang memadai, masyarakat dapat lebih bijak dalam menyikapi informasi yang beredar dan menghindari penyebaran hoaks yang dapat menimbulkan keresahan.
Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya informasi yang terverifikasi dan bagaimana membedakan antara fenomena alam biasa dengan kejadian yang mengancam keselamatan.
Dengan memahami perbedaan antara awan *cumulonimbus* dan tanda-tanda erupsi vulkanik, serta selalu mengacu pada sumber informasi terpercaya, kita dapat menghindari penyebaran hoaks dan menjaga ketenangan masyarakat.
