Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di awal tahun 2025 menjadi sorotan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat angka PHK hingga Februari mencapai 40 ribu orang, dan 250 ribu sepanjang tahun 2024.
Perbedaan Data PHK: Menaker vs. Apindo
Namun, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli membantah angka tersebut. Ia menyatakan jumlah PHK di awal tahun 2025 masih di bawah puluhan ribu, hanya belasan ribu orang.
Perbedaan data ini cukup signifikan. Menaker mendapatkan data dari sumber internal Kemnaker, sementara Apindo mengandalkan data pencairan JHT dan JKP dari BPJS Ketenagakerjaan.
Kemungkinan perbedaan data ini disebabkan oleh perbedaan metode pengumpulan data dan cakupan yang diteliti.
Hal ini menunjukkan perlunya transparansi dan standarisasi data PHK untuk mendapatkan gambaran yang akurat mengenai kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.
PHK di Sektor Padat Karya dan Nasib Eks Karyawan Sritex
Apindo menyebutkan bahwa PHK terbanyak terjadi di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Tangerang. Sektor padat karya menjadi yang paling terdampak.
Apindo memprediksi angka PHK akan terus meningkat jika pemerintah tidak segera mengambil langkah efektif.
Menaker Yassierli, ketika ditanya mengenai data PHK yang mencakup kasus Sritex, tidak memberikan jawaban langsung.
Namun, ia memastikan bahwa sekitar 10.000 eks karyawan Sritex akan kembali bekerja setelah Lebaran Idulfitri.
Kasus Sritex menjadi contoh kasus PHK massal yang membutuhkan penanganan khusus dari pemerintah untuk mencegah dampak sosial ekonomi yang lebih luas.
Kesimpulannya, perbedaan data PHK antara Menaker dan Apindo perlu diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan angka yang akurat. Pemerintah perlu transparan dan proaktif dalam menangani masalah PHK, khususnya di sektor padat karya, guna mencegah dampak negatif yang lebih besar terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Perhatian khusus terhadap kasus-kasus PHK massal seperti Sritex juga sangat penting.


